Walaupun Winky lebih banyak tampil di permukaan sebagai seorang pemain film, namun tetap saja sebutan DJ Winky masih terus disandangnya. Bukan yang aneh tentunya, karena kedatangan pria yang memiliki nama lengkap Nurayendra Irwindo ke dunia hiburan diawali dengan menjadi seorang Disc Jockey.
Kecintaan Winky dengan dunia DJ itu sendiri berakar ketika dirinya masih masih tinggal di kota kembang Bandung. Tepatnya ketika ia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, pria kelahiran Jakarta 19 Desember 1978 ini kerap diajak oleh sang ibu untuk menonton konser almarhum Harry Roesli. “Gue sering banget diajakin nyokap nonton Teater sama gelaran Band-nya almarhum Harry Roesli,” cerita Winky.
Lantaran seringnya menyaksikan pagelaran seni (musik), ini memberikan pengaruh yang cukup tinggi bagi Winky untuk menggeluti dunia musik. Alhasil, selama ia duduk di kelas 1-2 SMP Winky menekuni bidang musik. Yang namanya anak muda, selera musiknya pun harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dan diakui Winky, disaat itu musik-musik keraslah yang sedang menjadi trend. “Yah akhirnya pas SMP gue jadi suka musik, tapi gue sukanya musik-musik yang keras man, kayak Napalm Death, Megadeth, pokoknya death metal gitu deh,” sebut Winky.
Dan hal tersebut terus berjalan hingga Winky harus hijrah ke Jakarta. “Kelas 2 SMP gue pindah ke Jakarta, dan sampe SMA kelas 2 gue masih dengerin musik yang metal gila itulah,” kisah Winky. Namun di masa-masa SMA inilah Winky mengenal DJ. Awalnya Winky adalah orang yang anti dengan musik-musik yang dimainkan oleh DJ. Maklum dia merasa tak menemukan daya tarik dari musik macam itu. Pandangan itu berubah saat Winky diajak oleh temannya ke salah satu klab malam yang ada di Jakarta. Di sana, Winky mendengar lagu-lagu keras yang biasa ia dengar selama ini digubah ulang oleh DJ. Alhasil, sebuah ketertarikan muncul di benak Winky. “Gue penasaran, ternyata musik-musik DJ ngga cuma “jedang-jedung” aja, tapi banyak yang bisa dilakuin,” kenang Winky.
Ketika itu pula, tanpa tedeng aling-aling, Winky langsung naik ke tempat dimana DJ itu bermain, dan dilihatnya alat yang sedang digunakan di sana, yakni turntable. “Oh jadi ini alatnya, asik juga ya,” pikir Winky. Kejadian di klab malam itu sudah barang tentu membekas dan meningkatkan rasa ketertarikan Winky terhadap dunia musik khususnya DJ, padahal di saat yang sama Winky sedang getol-getolnya menjadi seorang gitaris. “Gue sempet juga jadi gitaris, sempet dapet beberapa ilmu dari Donny Suhendra yang akhirnya membuat gue jadi gitaris terbaik se-Jabotabek,” aku Winky.
Tetapi kehebatan yang ditemukannya dari seorang DJ itu yang terus membayang di kepalanya. Maka kemudian dia memanfaatkan senioritas yang memang berpengaruh di sekolahnya dulu. “Jadi gue lagi main ke rumah adik kelas gue, dan ternyata dia punya alat itu. Akhirnya ya gue bawa pulang alatnya, gue pinjem sih tepatnya hehehe,” ujar Winky. Antusiasme Winky untuk belajar ternyata memang membawa berkah. Ia pun tumbuh menjadi seorang DJ laris di Jakarta hingga saat ini. Ini membuatnya akrab dengan dunia hiburan yang pada akhirnya membawanya ke dunia akting.
Tepatnya di tahun 2001, ia menemani Alex Abbad yang sedang mengikuti casting yang digelar sineas Jose Poernomo untuk film Jelangkung. Standar saja, Jose saat melihat Winky segera memintanya untuk casting. “Jose nanya ke Alex, temen lo siapa tuh, suruh jajal casting mau ngga,” demikian Winky menirukan. Yang tadinya hanya coba-coba, eh malah Winky yang mendapatkan peran Ferdi dalam film arahan Rizal Mantovani dan Jose Poernomo ini. “Gue sih cuma nyoba, eh ternyata dapet, dan kebetulan filmnya meledak juga,” cerita Winky. Dan mulailah berlanjut peruntungan baru bagi Winky, menjadi seorang aktor.
Adalah seorang sutradara Sentot Sahid yang kemudian mengajaknya bermain dalam film Titik Hitam. Dalam film yang naskahnya ditulis oleh Jujur Prananto ini, Winky berperan sebagai Heru yang tertarik dengan dunia gaib semenjak kecil, dan juga memiliki kemampuan indera keenam. “Itu sih kisah nyata dari mas Sentot Sahid, jadi gue beruntung aja bisa langsung ditanganin sama mas Sentot,” ujar Winky.
Usai bermain dalam film itu, ternyata terus membawa peruntungan bagi Winky untuk bermain layar lebar. Ia kemudian dikenal oleh Rudi Soedjarwo dan Leo Sutanto yang kemudian membawanya berperan dalam film Singa Karawang-Bekasi di tahun 2003 serta Mengejar Matahari di tahun (2004). Singa Karawang-Bekasi sendiri bercerita mengenai perjuangan tokoh KH Noer Ali dalam mempertahankan wilayah Karawang Bekasi sampai titik penghabisan. Namun sayang film ini tidak begitu laku di pasaran.
Namun sebuah titik kenikmatan dalam berakting baru didapat oleh Winky ketika ia diarahkan oleh Rudi Soedjarwo. “Meskipun Rudi orangnya keras, namun dengan cara kerjanya yang keras itu, gue bisa dapet titik-titik dimana peran itu adalah sesuatu yang beda. Gue baru mengerti apa itu akting,” ujar Winky.
Dijelaskan oleh Winky, berkat Rudi Soedjarwo ia baru menemukan kenikmatan bahwa dengan akting kita bisa menjadi seseorang yang lain, yang dalam kehidupan sehari-hari pasti sudah pasti sangat mustahil dapat terwujud. Dan di film yang ia perankan bersama Fedi Nuril, Udjo Project Pop, serta Fauzi Baadilla ini, membuatnya menerima penghargaan atas kategori Best Crying Scene dalam ajang MTV Indonesia Movie Award 2004. Namun setelah bermain dalam film produksi Sinemart itu, Winky menghilang dari dunia film layar lebar. Di tahun 2004, khususnya di bulan Oktober, Winky menikah dengan Asmara Siswandari alias Kenes pada 1 Oktober 2004.
Pasca dua tahun absen di dunia perfilman, tepatnya di tahun 2006 Winky kembali. Tidak tanggung-tanggung, 4 judul film sekaligus dimainkannya, yaitu Ruang, Berbagi Suami, 6:30, dan Americana. “Semuanya gue lewatin pake proses casting koq,” komentar Winky yang seraya mengatakan bahwa semuanya tidak ia dapatkan begitu saja. Khusus untuk film Berbagai Suami arahan Nia Dinata, Winky mendapat penghargaan sebagai Most Favorite Supporting Actor dalam ajang MTV Indonesia Movie Award 2006.
Tahun 2007, Winky muncul dalam pembuatan ulang (remake) Badai Pasti Berlalu di bawah arahan Teddy Soeriaatmadja. Di sana dia berperan sebagai Helmy, tokoh yang pernah dimainkan oleh aktor senior, Slamet Rahardjo. “Disini peran gue antagonis, berbeda banget sama peran-peran gue selama ini,” kisah Winky. Perihal dirinya mau memerankan peran antagonis, ternyata memang merupakan permintaan khusus dari dirinya kepada Teddy.
Dan di tahun 2008, Winky juga kembali menjajal peran yang berbeda, namun kali ini adalah peran komedi seorang penggila judi bola dalam film Gara-gara Bola. Namun sebelumnya, Winky juga terlibat dalan sebuah film Omnibus, Perempuan Punya Cerita.
Di film produksi Happy Ending Pictures yang merupakan satu atap dari Kalyana Shira Films ini, Winky mendapatkan peran utama. “Gue seneng banget deh main film yang ada Kalyananya, mau peran kecil atau besar pasti gue terima,” ujar Winky. “Apalagi ini pertama kali gue main di film berjenis komedi aksi,” ujar Winky dengan semangat. Bagi Winky, disinilah kenikmatan akting yang kembali dapat ia rasakan. Pasalnya ia bisa kembali menjadi seseorang yang bukan dirinya. “Ngga mungkin aja karakter Ahmad ada di diri gue, jadi ya inilah nikmatnya akting,” ungkap Winky.
Saat ini, dunia akting dan DJ adalah dua hal yang masih bisa dijalankan berbarengan bagi Winky. Untuk meninggalkan dunia DJ adalah hal yang tidak pernah terpikirkan sama sekali bagi Winky. “Dalam seminggu, gue tiga kali menjadi disc jockey. Gue nggak bisa meninggalkan dunia malam ini,” ujar Winky. Hingga saat inipun, tutur Winky, dia masih bisa bertahan hidup meskipun hanya sebagai seorang DJ. (ajo)
Kecintaan Winky dengan dunia DJ itu sendiri berakar ketika dirinya masih masih tinggal di kota kembang Bandung. Tepatnya ketika ia duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, pria kelahiran Jakarta 19 Desember 1978 ini kerap diajak oleh sang ibu untuk menonton konser almarhum Harry Roesli. “Gue sering banget diajakin nyokap nonton Teater sama gelaran Band-nya almarhum Harry Roesli,” cerita Winky.
Lantaran seringnya menyaksikan pagelaran seni (musik), ini memberikan pengaruh yang cukup tinggi bagi Winky untuk menggeluti dunia musik. Alhasil, selama ia duduk di kelas 1-2 SMP Winky menekuni bidang musik. Yang namanya anak muda, selera musiknya pun harus disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dan diakui Winky, disaat itu musik-musik keraslah yang sedang menjadi trend. “Yah akhirnya pas SMP gue jadi suka musik, tapi gue sukanya musik-musik yang keras man, kayak Napalm Death, Megadeth, pokoknya death metal gitu deh,” sebut Winky.
Dan hal tersebut terus berjalan hingga Winky harus hijrah ke Jakarta. “Kelas 2 SMP gue pindah ke Jakarta, dan sampe SMA kelas 2 gue masih dengerin musik yang metal gila itulah,” kisah Winky. Namun di masa-masa SMA inilah Winky mengenal DJ. Awalnya Winky adalah orang yang anti dengan musik-musik yang dimainkan oleh DJ. Maklum dia merasa tak menemukan daya tarik dari musik macam itu. Pandangan itu berubah saat Winky diajak oleh temannya ke salah satu klab malam yang ada di Jakarta. Di sana, Winky mendengar lagu-lagu keras yang biasa ia dengar selama ini digubah ulang oleh DJ. Alhasil, sebuah ketertarikan muncul di benak Winky. “Gue penasaran, ternyata musik-musik DJ ngga cuma “jedang-jedung” aja, tapi banyak yang bisa dilakuin,” kenang Winky.
Ketika itu pula, tanpa tedeng aling-aling, Winky langsung naik ke tempat dimana DJ itu bermain, dan dilihatnya alat yang sedang digunakan di sana, yakni turntable. “Oh jadi ini alatnya, asik juga ya,” pikir Winky. Kejadian di klab malam itu sudah barang tentu membekas dan meningkatkan rasa ketertarikan Winky terhadap dunia musik khususnya DJ, padahal di saat yang sama Winky sedang getol-getolnya menjadi seorang gitaris. “Gue sempet juga jadi gitaris, sempet dapet beberapa ilmu dari Donny Suhendra yang akhirnya membuat gue jadi gitaris terbaik se-Jabotabek,” aku Winky.
Tetapi kehebatan yang ditemukannya dari seorang DJ itu yang terus membayang di kepalanya. Maka kemudian dia memanfaatkan senioritas yang memang berpengaruh di sekolahnya dulu. “Jadi gue lagi main ke rumah adik kelas gue, dan ternyata dia punya alat itu. Akhirnya ya gue bawa pulang alatnya, gue pinjem sih tepatnya hehehe,” ujar Winky. Antusiasme Winky untuk belajar ternyata memang membawa berkah. Ia pun tumbuh menjadi seorang DJ laris di Jakarta hingga saat ini. Ini membuatnya akrab dengan dunia hiburan yang pada akhirnya membawanya ke dunia akting.
Tepatnya di tahun 2001, ia menemani Alex Abbad yang sedang mengikuti casting yang digelar sineas Jose Poernomo untuk film Jelangkung. Standar saja, Jose saat melihat Winky segera memintanya untuk casting. “Jose nanya ke Alex, temen lo siapa tuh, suruh jajal casting mau ngga,” demikian Winky menirukan. Yang tadinya hanya coba-coba, eh malah Winky yang mendapatkan peran Ferdi dalam film arahan Rizal Mantovani dan Jose Poernomo ini. “Gue sih cuma nyoba, eh ternyata dapet, dan kebetulan filmnya meledak juga,” cerita Winky. Dan mulailah berlanjut peruntungan baru bagi Winky, menjadi seorang aktor.
Adalah seorang sutradara Sentot Sahid yang kemudian mengajaknya bermain dalam film Titik Hitam. Dalam film yang naskahnya ditulis oleh Jujur Prananto ini, Winky berperan sebagai Heru yang tertarik dengan dunia gaib semenjak kecil, dan juga memiliki kemampuan indera keenam. “Itu sih kisah nyata dari mas Sentot Sahid, jadi gue beruntung aja bisa langsung ditanganin sama mas Sentot,” ujar Winky.
Usai bermain dalam film itu, ternyata terus membawa peruntungan bagi Winky untuk bermain layar lebar. Ia kemudian dikenal oleh Rudi Soedjarwo dan Leo Sutanto yang kemudian membawanya berperan dalam film Singa Karawang-Bekasi di tahun 2003 serta Mengejar Matahari di tahun (2004). Singa Karawang-Bekasi sendiri bercerita mengenai perjuangan tokoh KH Noer Ali dalam mempertahankan wilayah Karawang Bekasi sampai titik penghabisan. Namun sayang film ini tidak begitu laku di pasaran.
Namun sebuah titik kenikmatan dalam berakting baru didapat oleh Winky ketika ia diarahkan oleh Rudi Soedjarwo. “Meskipun Rudi orangnya keras, namun dengan cara kerjanya yang keras itu, gue bisa dapet titik-titik dimana peran itu adalah sesuatu yang beda. Gue baru mengerti apa itu akting,” ujar Winky.
Dijelaskan oleh Winky, berkat Rudi Soedjarwo ia baru menemukan kenikmatan bahwa dengan akting kita bisa menjadi seseorang yang lain, yang dalam kehidupan sehari-hari pasti sudah pasti sangat mustahil dapat terwujud. Dan di film yang ia perankan bersama Fedi Nuril, Udjo Project Pop, serta Fauzi Baadilla ini, membuatnya menerima penghargaan atas kategori Best Crying Scene dalam ajang MTV Indonesia Movie Award 2004. Namun setelah bermain dalam film produksi Sinemart itu, Winky menghilang dari dunia film layar lebar. Di tahun 2004, khususnya di bulan Oktober, Winky menikah dengan Asmara Siswandari alias Kenes pada 1 Oktober 2004.
Pasca dua tahun absen di dunia perfilman, tepatnya di tahun 2006 Winky kembali. Tidak tanggung-tanggung, 4 judul film sekaligus dimainkannya, yaitu Ruang, Berbagi Suami, 6:30, dan Americana. “Semuanya gue lewatin pake proses casting koq,” komentar Winky yang seraya mengatakan bahwa semuanya tidak ia dapatkan begitu saja. Khusus untuk film Berbagai Suami arahan Nia Dinata, Winky mendapat penghargaan sebagai Most Favorite Supporting Actor dalam ajang MTV Indonesia Movie Award 2006.
Tahun 2007, Winky muncul dalam pembuatan ulang (remake) Badai Pasti Berlalu di bawah arahan Teddy Soeriaatmadja. Di sana dia berperan sebagai Helmy, tokoh yang pernah dimainkan oleh aktor senior, Slamet Rahardjo. “Disini peran gue antagonis, berbeda banget sama peran-peran gue selama ini,” kisah Winky. Perihal dirinya mau memerankan peran antagonis, ternyata memang merupakan permintaan khusus dari dirinya kepada Teddy.
Dan di tahun 2008, Winky juga kembali menjajal peran yang berbeda, namun kali ini adalah peran komedi seorang penggila judi bola dalam film Gara-gara Bola. Namun sebelumnya, Winky juga terlibat dalan sebuah film Omnibus, Perempuan Punya Cerita.
Di film produksi Happy Ending Pictures yang merupakan satu atap dari Kalyana Shira Films ini, Winky mendapatkan peran utama. “Gue seneng banget deh main film yang ada Kalyananya, mau peran kecil atau besar pasti gue terima,” ujar Winky. “Apalagi ini pertama kali gue main di film berjenis komedi aksi,” ujar Winky dengan semangat. Bagi Winky, disinilah kenikmatan akting yang kembali dapat ia rasakan. Pasalnya ia bisa kembali menjadi seseorang yang bukan dirinya. “Ngga mungkin aja karakter Ahmad ada di diri gue, jadi ya inilah nikmatnya akting,” ungkap Winky.
Saat ini, dunia akting dan DJ adalah dua hal yang masih bisa dijalankan berbarengan bagi Winky. Untuk meninggalkan dunia DJ adalah hal yang tidak pernah terpikirkan sama sekali bagi Winky. “Dalam seminggu, gue tiga kali menjadi disc jockey. Gue nggak bisa meninggalkan dunia malam ini,” ujar Winky. Hingga saat inipun, tutur Winky, dia masih bisa bertahan hidup meskipun hanya sebagai seorang DJ. (ajo)
0 comments:
Post a Comment